Biasanya pohon karet berbunga dan berbuah dua kali dalam satu tahun dan waktunya sangat dipengaruhi oleh jenis klon, lokasi dan keadaan lingkungan (Dijkman, 1951). Pembungaan pertama/utama biasanya terjadi setelah gugur daun alami dan pembungaan kedua terjadi setelah musim pertama jatuh biji. Di Jawa, musim pembungaan yang utama yaitu pada bulan September-Desember dan buah jatuh pada bulan Januari-Maret. Di Sumatera Utara musim pembungaan yang utama yaitu pada bulan Februari-April, yang terjadi setelah gugur daun alami dan buah jatuh pada bulan September-Nopember. Musim pembungaan yang kedua yaitu pada bulan Augustus-Oktober, biasanya menghasilkan buah dalam jumlah yang lebih sedikit dan buah jatuh pada bulan Maret-April.
a.Pembungaan
Hevea brasiliensis termasuk tanaman berumah satu . Bunga jantan dan bunga betina terdapat didalam satu karangan bunga yang berbentuk panicle (malai). Pada ujung ranting atau cabang yang telah menggugurkan daun terbentuk kuncup-kuncup bunga dan kuncup daun yang kemudian tumbuh menjadi malai bunga dan tunas-tunas daun. Kadang-kadang malai tumbuh pada ketiak daun yang lama, sebelum gugur daun. Pada satu karangan bunga umumnya terdapat 3-15 malai. Bunga betina dalam satu malai bervariasi antara 0-30, umumnya 4-6 buah bunga betina terbentuk di ujung sumbu-sumbu malai. Napitupulu(1977) mengatakan bahwa jumlah bunga betina dalam satu pohon bervariasi dan pada keadaan pembungaan yang cukup baik, jumlah bunga betina dapat mencapai 6000-8000 bunga per pohon. Bunga jantan terbentuk di bagian bawah malai,bentuknya lebih kecil, sementara bunga betina lebih besar dan berbentuk bulat/bundar. Jumlah bunga jantan dalam satu pohon dapat mencapai 60-70 kali lebih banyak dari jumlah bunga betina (Suthasowinyalatha et al., 1977). Azwar dan Woelan (1990) menunjukkan bahwa pada klon IAN 717, nilai perbandingan bunga jantan dengan bunga betina dalam satu karangan bunga adalah 45,5. Jumlah bunga jantan dan bunga betina per karangan bunga pada klon tersebut adalah masing-masing 4368 dan 96 bunga.
Malai yang sempurna terbentuk setelah 2-3 minggu dari pertumbuhan tunas bunga. Periode berbunga dalam satu malai adalah sekitar 23 hari. Karena malai tidak serentak tumbuh, maka periode berbunga utama dalam satu pohon adalah ± 1 bulan. Karangan bunga yang telah dewasa mengeluarkan wangi/bau yang khas dan menarik/merangsang serangga untuk hinggap. Penyerbukan bunga biasanya dilakukan oleh serangga a.l. dari famili Heleidae, Ceratopogonoidae, Chirosnomidae dan Cecidomyidae (Sakhibun bin Mohd.Husin,1990; Sripathi Rao, 1961).
b. Keberhasilan pembuahan
Keberhasilan pembuahan (“fruit-set”)secara alami pada tanaman karet sangat rendah yaitu berkisar dari 0%-10% (± 4%). Fruit-set adalah perbandingan antara jumlah buah yang jadi/masak dengan jumlah penyerbukan.Jika dibandingkan dengan jumlah bunga betina,dalam penyerbukan alami, hasil buah yang jadi adalah sangat rendah yaitu umumnya kurang dari 1% (Napitupulu, 1977). Attanayake dan Sumeda 1984) mengatakan bahwa pohon karet menghasilkan bunga dalam jumlah banyak, tetapi walaupun pada kondisi pembungaan yang baik, tidak lebih dari 3% dari bunga betina berkembang menjadi buah masak. Rendahnya keberhasilan pembuahan pada tanaman karet dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain ialah : 1.tidak cukupnya transper tepungsari untuk menyerbuki bunga betina (Gandhimathi dan Yeang,1984), 2. adanya kasus self incompatibility (Yeang dan Ong, 1988), 3.pembungaan yang tidak serentak/sinkron antara klon-klon (Tan, 1987), 4. adanya serangan penyakit Oidium heveae (Simmonds, 1989), 5. adanya kasus protandry (Webster dan Paardekooper, 1989) dan 6. terbatasnya serangga penyerbuk yang cocok untuk menyerbuki bunga betina (Edgar, 1958). Keadaan/kasus protandry ialah keadaan dimana didalam satu karangan bunga ,bunga jantan terbuka lebih dahulu dari bunga betina.
c. Perkembangan buah dan biji dan hubungannnya dengan daya kecambah
Biasanya didalam satu kapsul buah karet terdapat tiga butir biji ,tetapi kadang-kadang terdapat empat atau lima biji. Buah yang masih muda secara berangsur angsur bertambah besar selama empat minggu pertama dari sejak penyerbukan dan buah mencapai ukuran maksimum pada umur 12 minggu setelah penyerbukan bunga (Sakhibun et al., 1981). Dinding buah yang berfungsi sebagai jaringan proteksi terdiri dari epicarp (lapisan paling luar) dan endocarp (lapisan dalam yang lebih tebal ). Pada awal perkembangan buah, endocarp sangat lunak dan berwarna putih pudar, sedang epicarp berwarna hijau terang (muda). Pada fase ini, jika buah ditusuk lateks akan segera mengalir dari bagian buah yang ditusuk. Setelah buah mencapai ukuran maksimum, struktur bagian luar tidak akan berubah lagi sampai buah mencapai masak fisiologis, kecuali ada sedikit perubahan warna epicarp yaitu dari hijau muda ke hijau tua.
Pada umur 16 minggu setelah penyerbukan, endocarp sudah mengeras dan mengayu. Warna hijau epicarp akan memudar pada minggu ke-20 dan jika ditusuk, hampir tidak mengeluarkan lateks. Akhirnya epicarp akan mengering dan mengisut dan jika cuaca cukup cerah , buah akan merekah dan jatuh dari pohon pada umur 22 s/d 24 minggu dari sejak pembungaan penuh (Sakhibun, et al., 1981). Setelah epicarp mengering, buah akan pecah dan melepaskan biji. Sejalan dengan perkembangan buah yang dapat dilihat secara visual, terjadi juga perkembangan biji di dalam buah. Perkembangan biji yang dimaksud berkaitan dengan pembentukan bagian-bagian biji seperti testa, endosperm, kotiledon dan embrio. Jaringan kotiledon pada biji karet tidak mengandung cadangan makanan dan berfungsi untuk membantu mencerna dan menyerap cadangan makanan yang terdapat di dalam endosperm, kemudian mentransfernya ke jaringan embrio sebagai titik pertumbuhan. Sedangkan fungsi endosperm adalah untuk cadangan makanan dalam pertumbuhan embrio menjadi kecambah.
Sejalan dengan perkembangan buah dan biji, terjadi peningkatan berat kering biji dan tercepat pada minggu ke 16 s/d 18. Berat kering maksimum tercapai pada minggu ke-21 setelah penyerbukan. Pada saat biji jatuh yaitu pada minggu ke-22 s./d 24, terjadi sedikit penurunan berat kering biji. Kehilangan berat tersebut disebabkan adanya mobilisasi bahan makanan oleh kotiledon ke jaringan embrio untuk mempertahankan hidup embrio selama periode sebelum biji jatuh. Penurunan kadar air biji sejalan dengan stadia pemasakannya. Biji karet yang masih muda (pada minggu ke-16 setelah penyerbukan) mencapai kadar air 66% dan terus menurun sampai tercapai masak fisiologis. Pada saat biji jatuh, kadar air biji karet akan mencapai keseimbangan dengan keadaan lingkungan. Pada saat ini, kadar air jaringan endosperm dan kotiledon mencapai 30-35%( Sakhibun et al., 1981).
Viabilitas biji karet sangat erat kaitannya dengan tingkat kemasakan biji. Biji karet dikatakan masak fisiologis pada saat berat segar biji maksimum atau pada saat tidak ada lagi pertambahan berat kering dan kadar airnya sudah konstan (Austin, 1972). Daya kecambah biji adalah masing-masing 0%, 2%, dan 39% pada saat biji berumur 16,18 dan 19 minggu setelah pembungaan. Persentase perkecambahan terus meningkat seiring dengan peningkatan berat kering biji. Biji yang dipanen pada saat masak fisiologis (yaitu 22 minggu setelah pembungaan) mempunyai daya kecambah maksimum yaitu 97-100%. Panen biji pada saat masak fisiologis dengan cara memetik buah di pohon sebenarnya paling baik karena pada saat itu bobot kering dan vigor benih mencapai maksimum. Tetapi karena cara tersebut kurang ekonomis, akhirnya tidak dilakukan dalam skala besar. Hal tersebut hanya dilakukan untuk tujuan kegiatan pemuliaan dan penelitian. Petunjuk yang dapat dipakai untuk melihat biji sudah masak fisiologis ialah terjadinya perubahan warna epicarp buah dari hijau ke kuning pucat.
Sumber: Nurhawaty SIAGIAN, Pusat Penelitian Karet
0 komentar:
Post a Comment