Pengolahan penutup tanah pada perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pokok persoalan kompleks dan pada tulisan ini, penulis hanya berusaha untuk menguraikan dalam garis besar beberapa masalah yang umum.
Dari titik pandang konservasi tanah, adalah umumnya dipertimbangkan bahwa pada tropika sejauh yang memungkinkan penutup vegetasi sebaiknya dipelihara secara permanen pada semua tanah. Tanah tropis yang terekspos cuaca dengan cepat, dengan formasi lateri yang terjadi pada beberapa tanah struktur memburuk, kadar bahan organik menurun, dan hara dihilangkan dengan pencucian. Mungkin yang terpenting erosi tanah bisa sangat cepat pada area curah hujan tinggi. Vegetasi penutup tanah mencegah atau mengurangi pengaruh merugikan ini; dampak langsung tetesan hujan, faktor utama dalam erosi dicegah, struktur tanah dipelihara, bahan organik ditambahkan dan perakaran dalam tanaman mendaur ulang hara dari horison tanah lebih dalam. Bagaimanapun, pada waktu yang bersamaan tanaman penutup akan cenderung berkompetisi dengan tanaman utama untuk air, dan mungkin untuk hara (meskipun penutup kacangan akan memberikan nitrogen tambahan). Mulching dengan bahan tanaman yang mati juga akan mengcounter sebagian besar pengaeuh yang tidak diinginkan dari pengeksposan tanah, dan akan membantu meng-conserve kelengasan tanah tetapi praktek ini mendapat sedikit perhatian dari pekerja kelapa sawit.
Sejauh mengenai (perhatian) kelapa sawit, pengelolaan penutup dapat dibagi dalam dua fose yang berbeda, sebelum dan sesudah pelepah palma yang berdekatan mulai tumpang tindih, hingga saat ini sekurangnya bagian dari tanaman penutup akan tumbuh pada cahaya langsung, tapi sesudah canopi menutup intensitas cahaya dibawah biasanya rata-rata akan kurang 10% cahaya matahari penuh.
PALMA MUDA (TBM)
Adalah merupakan praktek standar pada sebagian besar kawasan tumbuh kelapa sawit untuk menanam tanaman penutup kacangan (LCC) antara barisan penanaman baru, meskipun kadang kacangan bisa merupakan spesies domonan dalam vegetasi tanah alami (hartley, 1967, 19882). Spesies kacangan yang digunakan harus menjadi penambat atau fikser nitrogen yang efisien, akan tumbuh dengan mudah dan’ persist’ selama mungkin, dan tidak akan menjadi subjek terhadap masalah hama dan penyakit. Untuk menjamin bahwa dipenuhi kriteria ini, pencampuran tiga atau empat spesies secara normal digunakan; metoda pembangunan digambarkan dalam oleh Turner dan Gillbanks (1974). Pada beberapa area pertanaman kelapa sawit tanaman murni kacangan mudah didapat. Pertumbuhan gigas (vigorous), spesies alami ditekan (suppressed), dan kacangan bahkan bisa ‘persist’ di bawah naungan tanaman tua. Elsewhere, kacangan tampaknya tidak mampu berkompetisi secara efektif dengan spesies alami, dan selanjutnya harus dieradicated sebelum ‘sowing’ dan sesudahnya di’remove’ secara selektif. In part, kegagalan kacangan berkompetisi dengan spesies alami bisa karena pengaruh merugikan dari serangan hama serangga. Percobaan yang sekarang dalam progres di Malaysia menunjukkan bahwa kegigasan (vigour) penutup kacangan bisa ditingkatkan bila hama ini dikendalikan.
Kegunaan atau keuntungan pembangunan penutup kacangan, hingga sekarang dipertimbangkan sebagai hara nitrogen palma, telah ditunjukkan secara jelas di Malaysia (lihat Bab 15; penghambatan (saving), yang appreciable pengeluaran pada pupuk nitrogen boleh mengakibatkan dan biaya pembangunan dan pemeliharaan tanaman penutup are ampiy repaid.
Bagaimanapun, pada iklim yang lebih kering dari Malaysia, tanaman penutup kacangan telah ditunjukkan mengurangi produksi palma dibandingkan dengan tanah gundul (bare soil), dan ini dipikirkan dikarenakan tanaman berkompetisi dengan palma untuk air selama musim kring. Beberapa penueup tanah masih akan berdesirable selam musim basah untuk mencegah erosi, dan tampaknya terdapat berbagai pendekatan yang mungkin untuk masalah ini. Satu penelitian terhadap spesies yang kurang kompetitif akan bermanfaat. Perlakuan tanaman penutup dengan ‘defoliant’ atau pengatur tubuh untuk mengurangi laju pertumbuhan dan transpirasinya selama musim kering sedang diselidiki. Kemungkinan lain adalah destruksi seluruhnya atau hampir menyeluruh tanaman penutup, mungkin dengan herbisida, yang meninggalkan bahan mati sebagai mulsa selama musim kering. Mulsa semacam ini akan sangat mengurangi kehilangan air oleh evaporasi dari tanah gundul. Bagaimanapun jaminan, (ensuring) reestablishtment spesies penutup yang dikehendaki pada musim basah berikutnya kemudian akan menjadi masalah; penanaman ulang tanaman kacangan setiap tahun akan sangat mahal, tetapi metode boleh bermanfaat dengan satu penutup alami.
TANAMAN DEWASA (TM)
Spesies kacangan yang digunakan sebagai tanaman penutup biasanya tidak dapat dipelihara dibawah naungan kanopi kelapa sawit dewasa, dan secara gradual digantikan dengan spesies nativegrass dan pakis (fern) bila kanopi menutup. Sebagian besar spesies penutup hanya dapat tumbuh karena interpensi cahaya matahari oleh palma tidak lengkap (incomplete); pada tanaman kerapatan tinggi, seumpama akan mungkin menjadi ‘common’ dimasa datang, secara umum tidak ada penutup tanah pada semuanya, dan masalah pengendalian erosi bisa merupakan satu hal yang serius.
Hingga kini seperti hal yang kami tau, hanya spesies gulma individu yang ditunjukkan secara eksperimental mengurangi produksi kelapa sawit adalah mikanis cordate (Gray dan Hew, 1968), tetapi secara umum juga diterima bahwa imperata cylindrica memiliki pengaruh merugikan. Asystansia coromandelina akhir-akhir ini menjadi spesies penutup dominan dalam bagian Malaysia Barat. Tanaman ini sangat vigour, dan menekan hampir semua spesies penutup yang lain, dan tampaknya mungkin bahwa akan juga memiliki pengaruh yang merugikan pada produksi kelapa sawit. Percobaan menunjukkan bahwa dalam pembandingan dengan ‘clear weeding’ Acoromandelina menurunkan produksi (Chan, Ong dan Rajaratnam, tidak dipublikasikan), tetapi karya lebih jauh diperlukan sebelum ditambahkan pada daftar spesies yang tidak dikehendaki.
Even if “noxious spesies” dikeluarkan penutup tanah yang terlalu vigour bisa memiliki pengaruh merugikan terhadap produksi, dengan kompetisi dengan palma untuk hara. Lagi, kemungkinan mulching sebaiknya diselidiki. Pada palma dewasa sumber material yang ready tersedia dalam bentuk pangkasa daun; tampak kebijaksanaan (policy)yang baik untuk menyebar daun pelepah atas banyak permukaan tanah yang mungkin, lebih baik daripada menumpuk (stacking) nya pada gundukan (pile), apakah terdapat tanaman penutup tanah atau tidak (A. Lamb, komunikasi pribadi, 1974). Sudah ditunjukkan bahwa perakaran ‘fine feeding’ kelapa sawit cenderung berkonsentrasi di bawah tumpukan yang dipangkas (Tailliez 1971), agaknya karena pasokan hara dari pembusukan pelepah. Penyebaran pelepah ini akan menyebabkan distribusi akar lembut (fine) yang lebih seragam, dengan konsekwensinya, eksplotasi hara tanah ‘native’ dan kelengasan tanah lebih.
Informasi lebih lengkap silahkan download artikel yang diterbitkan oleh USU digital library (penulis: LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI)
Topik terkait : Pengelolaan kacangan kelapa sawit
0 komentar:
Post a Comment