Monday, April 11, 2011

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN – Ibarat Api dalam Sekam

Salah satu masalah yang sering muncul di perkebunan pertanahan/ agraria dalam wujud sengketa pertanahan yang terakumulasi dalam tindakan anarkis, seperti penjarahan dan pendudukan tanah – tanah perkebunan, perhutani, Hak Usaha Pertambangan dan Hak Pengelolaan Hutan yang terjadi di Jawa, Sumatera, kalimantan, sulawesi dan Papua yang dalam tataran hukum sangat bertentangan. Perilaku rakyat ini dicermati sebagai manifestasi dari sikap protes ketidakadilan yang melampaui batas kesadaran mereka  tujuannya menuntut kembalikan hak-hak yang dirampas karena saluran hukum tersumbat. Dan tampaknya sengketa / konflik pertanahan kedepan justru mungkin akan meningkat intensitasnya, ditambah upaya penanganan penyelesaiannya memberikan kesan tidak komprehensif, tidak tuntas dan sifatnya partial atau sektoral.

Menurut BPN, sengketa adalah jenis permasalahan tanah yang tidak melibatkan masyarakat banyak dan bukan disebabkan oleh persoalan struktural kekuasaan dan kebijakan secara langsung. Sementara, Konflik adalah permasalah tanah yang bersifat struktural dan melibatkan masyarakat banyak. Dan, perkara adalah permasalahan tanah yang dilimpahkan penanganannya melalui pengadilan.

Dalam hal ini, kedua pihak memiliki pendapat yang bertentangan. Tanah-tanah rakyat yang selama ini dirampas oleh perusahaan besar baik swasta maupun negara, asing maupun domestik termasuk termasuk juga aparatur negara, lembaga negara dan tuan tanah perseorangan yang menjadi sumber konflik agraria berlarut-larut tidak pernah terselesaikan. Praktis, situasi penguasaan tanah secara monopoli yang selama ini berlaku luas di Indonesia tidak akan terkoreksi atau mengalami perubahan secara mendasar. Tetap saja kaum tani harus berjuang mati-matian untuk mempertahankan tanahnya yang hanya tinggal sejengkal dari keserakahan tuan-tuan tanah feodal, perkebunan-perkebunan dan tambang-tambang milik asing maupun dalam negeri.

Di pihak kebun berpendapat, para penjarah memanfaatkan euphoria reformasi untuk menggarap lahan yang telah diusahakan perkebunan selama bertahun-tahun. Penjarah mengaku bahwa tanah yang dijarah adalah miliknya tanpa bukti hukum yang kuat. Penyerobotan tanah perkebunan semakin marak di mana-mana, tidak jarang lahan perkebunan berubah menjadi pemukiman hanya dalam tempo sekejap. Ironisnya, masyarakat yang menjarah mengaku dari masyarakat setempat, padahal lebih sering dijumpai penjarah adalah kaum pendatang yang memanfaatkan situasi.

Kasus sengketa lahan antara perkebunan dan masyarakat berpotensi menyebabkan kekerasan horizontal karena selalu bersinggungan. Ketegasan memutuskan status kepemilikan lahan adalah kunci penyelesaian. Di beberapa tempat hal tersebut terpaksa harus menumpahkan darah. Sungguh seperti api dalam sekam, semuanya hanya menunggu, apakah api akan padam atau sekam yang akan habis dilalap api.

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Hubungi kami

Silahkan hubungi kami melalui e-mail: perkebunanku@gmail.com
 

Galeri Foto

foto perkebunan, koleksi foto

Sahabat Blogger

Pesan Pembaca