Sunday, December 11, 2011

SISTEM WANATANI BERBASIS KARET


Telah diketahui bahwa di luar proyek pengembangan karet oleh pemerintah (PIR, UPP, Parsial), sebagian besar kebun karet Indonesia berbantuk ”hutan karet”. Pekebun rakyat masih kebanyakan tidak dapat mengimplementasi teknologi rekomendasi oleh karena berbagai hal seperti teknologi tersebut mahal, tidak selalu adaptif terhadap berbagai kondisi lingkungan petani, kurangnya tersdianya institusi pendukung, dan teknologi itu sendiri kadang-kadang tidak tersedia untuk petani. Kendala ini perlu diperhitungkan dalam pengembangan teknologi baru untuk perkebunan karet rakyat.

Tahun 1994 ICRAF bekerjasama dengan CIRAD-France dan Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet, membangun jaringan penelitian on-farm untuk memahami berbagai sistem wanatani dan menguji berbagai pendekatan yang sesuai untuk berbagai kondisi dalam proyek SRAP (Smallholder Rubber Agroforestry Project). Hasil penelitian di stasiun penelitian (on-station) yang merupakan pengujian berbagai pola tanam karet ditumpangsarikan dengan berbagai tanaman tahunan lain, dengan memodifikasi jarak tanam karet dari jarak tanam normal (6m x 3m) menjadi jarak tanam pagar (double rows spacing) 6m x 2m x 14m menunjukkan bahwa pertumbuhan lilit batang tanaman karet tidak berbeda antara tanaman kontrol dan tanaman dengan jarak tanam pagar.


Lilit batang tanaman karet menjadi terhambat jika tanaman tahunan cepat tumbuh (fast growing tree crops) ditanam bersamaan dengan karet, sedangkan jika ditanam cepat tumbuh ditanam 2 tahun setelah tanam karet, maka lilit batang tanaman karet setara dengan tanaman kontrol dan dapat disadap pada umur normal 5 tahunan. Hasil penelitian di lahan petani (on-farm) dengan pengujian berbagai pola RAS yang didasarkan pada perbedaan tingkat intensitas pemeliharaan tanaman karet (RAS1, RAS2 dan RAS3) dan berbagai klon menunjukkan bahwa keragaman pertumbuhan karet lebih banyak disebabkan oleh keragaman antar plot petani dibandingkan dengan oleh intensitas pemeliharaan.

Klon PB 260, RRIC 100 dan BPM1 merupakan klon yang mampu beradaptasi baik dengan kondisi agroforest dan dapat mencapai matang sadap antara 5-7 tahun setelah tanam. Hasil ini memberikan alternatif bagi petani untuk mengembangkan pola diversifikasi yang rebih ramah lingkungan dan dapat mempertahankan sebagian keragaman hayati yang tidak banyak dimiliki pada system monokultur. Makalah ini menampilkan hasil singkat berbagai pola Rubber Agroforestry Systems (RAS) baik RAS sederhana maupun kompleks, sebagai alternatif bagi sistem monokultur yang intensif. Jaringan penelitian ini dikembangkan sejak 10 tahun terakhir baik pada kondisi terkontrol (on-station) atau pada lahan petani (on-farm).

Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman Karet 2006.

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Hubungi kami

Silahkan hubungi kami melalui e-mail: perkebunanku@gmail.com
 

Galeri Foto

foto perkebunan, koleksi foto

Sahabat Blogger

Pesan Pembaca