Sunday, April 11, 2010

BEA EKSPOR MENINGKAT, PETANI KAKAO IBARAT SUDAH JATUH TERTIMPA TANGGA

Dalam salah satu artikel di Harian Kompas (9/4/2010), pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 67 tahun 2010 terkait peningkatan bea keluar untuk ekspor biji kakao yang dampaknya akan dirasakan petani kakao dalam negeri. Petani kakao umumnya tidak setuju dengan kebijakan pemerintah tersebut. Petani meminta agar Peraturan Menteri Keuangan tersebut yang berlaku mulai 1 April 2010 segera dicabut atau ditunda dahulu.
Dalam salah satu poin Peraturan Menteri Keuangan tersebut yaitu Pasal 4 Ayat 2 diatur mengenai bea ekspor biji kakao. Untuk harga referensi biji kakao lebih dari US$ 2.000 – 2.750 per ton dikenai bea keluar 5%. Untuk harga referensi biji kakao lebih dari US$ 2.750 – 3.500 per ton dikenai bea keluar 10%. Sementara untuk harga referensi biji kakao lebih dari US$ 3.500 per ton dikenai bea keluar 15%.
Dampak meningkatnya bea ekspor diyakini akan sangat mempengaruhi harga jual biji kakao di tingkat petani. Bea ekspor yang harus ditanggung eksportir pada gilirannya juga akan membebani petani. Dengan meningkatnya bea ekspor tersebut dikhawatirkan harga jual biji kakao di tingkat petani yang selama ini tertinggi mencapai Rp. 18.000 per kilogram bisa jadi akan anjlok setengahnya. Memang, walaupun kakao adalah bahan baku utama untuk produk coklat di pasaran, tapi bagi petani harga kakao tak pernah semanis permen coklat.
Dengan adanya peraturan kenaikan bea ekspor tersebut, petani seperti sudah jatuh tertimpa tangga, selama ini petani menghadapi masalah klasik yaitu rendahnya produktivitas tanaman. Produktivitas yang rendah menyebabkan volume biji yang dijual juga rendah, dengan harga berkisar antara Rp. 16.000 – 18.000 saja kadang-kadang pendapatan petani kurang memadai, apalagi dengan harga yang diyakini akan turun dengan peningkatan bea ekspor biji kakao.
Rendahnya produktivitas tanaman kakao disebabkan umumnya tanaman sudah melewati umur produktiv (20-30 tahun) sehingga produksinya sudah menurun. Produktivitas tanaman diyakini akan terus menurun jika tidak segera direplanting/diremajakan. Di samping itu, serangan hama penggerek buah kakao, busuk buah, dan penggerek batang menyebabkan produktivitas hanya mencapai 25% dati potensinya (hanya 400 – 500 kg dari potensinya sebesar 2 ton per hektar).
Dengan kebijakan tersebut, pemerintah terkesan tidak berpihak terhadap petani/pekebun kakao dalam negeri. Seharusnya pemerintah berusaha meningkatkan kesejahteraan petani kakao, setidaknya upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah meningkatkan produktivitas tanaman melalui program peremajaan tanaman tua yang dapat diakses petani serta tindakan penanggulangan hama penyakit yang sangat meresahkan petani. Upaya lainnya adalah berusaha menstabilkan harga jual biji kakao di tingkat petani pada level yang menguntungkan secara ekonomis bukan dengan meningkatkan bea ekspor yang akan menyebabkan efek yang sebaliknya.










*****
Pengunjung yang terhormat,
Kritik dan saran dari Anda sangat kami harapkan untuk perbaikan blog ini sehingga dapat membawa manfaat bagi yang tertarik dengan dunia perkebunan. Kami mohon kesediaan Anda memberikan komentar di kolom yang tersedia.
Kami sangat berterima kasih atas kunjungan Anda ke blog ini.

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Hubungi kami

Silahkan hubungi kami melalui e-mail: perkebunanku@gmail.com
 

Galeri Foto

foto perkebunan, koleksi foto

Sahabat Blogger

Pesan Pembaca