Tanaman karet bukanlah tanaman asli Indonesia. Sejarah karet bermula ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika pada 1476. saat itu, Columbus tercengang melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan suatu bahan yang dapat memantul bila dijatuhkan ke tanah. Bola tersebut terbuat dari campuran akar, kayu, dan rumput yang dicampur dengan suatu bahan (lateks) kemudian dipanaskan di atas api dan dibulatkan seperti bola.
Pada 1731, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. Seorang ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Havea brasiliensis yang tumbuh di hutan Amazon di Brazil. Saat ini tanaman tersebut menjadi tanaman penghasil karet utama, dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang menjadi penghasil karet utama di dunia saat ini.
Di Indonesia, karet pernah sangat mendominasi perkebunan sejak jaman kolonial Belanda. Daerah Sumatera Timur dipilih sebagai daerah pengembangan tanaman karet karena tanah dan iklimnya yang sesuai. Hingga saat ini banyak perkebunan karet di daerah Sumatera Timur (Deli). Jauh sebelum tanaman kelapa sawit dikenal luas dan berkembang, tanaman karet sudah dibudidayakan secara luas dan terstruktur dalam bentuk perusahaan perkebunan.
Bagi Indonesia sendiri, tanaman karet memberi pengaruh besar terhadap perekonomian baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun sumber devisa. Terbukti pada tahun 1958 uang kertas Rp. 100,- tercantum gambar tanaman karet yang disadap. Hal tersebut menunjukkan bahwa karet memang sangat dihargai pada saat itu. Saat ini, meskipun relatif kurang berkembang dibanding komoditi lain terutama kelapa sawit, karet tetap memberi kontribusi signifikan dari sektor perkebunan. Semoga perkaretan Indonesia bangkit kembali dan menjadi yang terbaik di dunia. (dari berbagai sumber)
0 komentar:
Post a Comment