Terbatasnya bibit bermutu menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman kakao saat ini, yakni hanya 625 kilogram (kg) per hektar per tahun. Hal itu setara 32 persen dari potensi seharusnya sebesar 2.000 kg per hektar per tahun. Untuk itu, diperlukan terobosan teknologi pembibitan kakao berkualitas untuk memenuhi kebutuhan yang kian besar dengan cara mengembangkan kultur jaringan atasi kebutuhan bibit kakau. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan dalam pembibitan kakao diperlukan guna mempercepat penyediaan bibit kakao nasional. Pencanangan program revitalisasi perkebunan kakao telah memacu peningkatan kebutuhan bibit kakao hingga 75 juta bibit per tahun.
Deptan akan memproduksi benih unggul kakao melalui teknik kultur jaringan. Teknologi ini diharapkan dapat mendukung percepatan produksi benih unggul kakao. Menurutnya, perbanyakan tanaman kakao umumnya dilakukan secara generatif menggunakan benih dan vegetatif menggunakan setek, okulasi, dan sambung pucuk. Namun, hasilnya kualitas bibit umumnya rendah, ukuran tidak seragam, dan produktivitas rendah. Dengan teknologi kultur jaringan, masalah pengadaan bibit berkualitas tinggi dan seragam secara cepat bisa diatasi.
Kultur jaringan merupakan cara memperbanyak tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman seperti sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya di dalam kondisi yang steril, sehingga bagian – bagian tersebut bisa memperbanyak diri dan menjadi tanaman lengkap.
Cara Kerja kultur jaringan meliputi: Pembuatan media, Inisiasi, Sterilisasi, Multiplikasi, Pengakaran, dan aklimatisasi. Keuntungan perbanyakan dengan kultur jaringan antara lain: 1). Bibit (hasil) yang didapat berjumlah banyak dan dalam waktu yang singkat, 2). Sifat identik dengan induk, 3).Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki, 4). Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa.
Sedangkan kekurangannya antara lain: 1). Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar, 2). Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit, 3). Membutuhkan modal ivestasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan, 4). Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan, 5). Produk kultur jaringan umumnya akarnya kurang kokoh.
0 komentar:
Post a Comment