Friday, May 7, 2010

NASIB PETANI TEBU - Tak Pernah Rasakan Manisnya Gula

Pemerintah masih belum berpihak kepada petani tebu, sampai kapan pun petani tebu tidak akan merasakan manisnya harga gula, seperti yang diharapkan para petani tebu sebelumnya. Petani harus gigit jari karena harga gula anjlok akibat membanjirnya gula rafinasi di pasaran. Gula rafinasi merusak pasar, puluhan ton gula tebu tak terjual. Padahal, operasi gencar dilakukan petani dan produsen. Peringatan Departemen Perdagangan seperti teriakan di padang pasir. Pelaku ritel modern sebenarnya sudah diperingati agar tidak menjual eceran gula rafinasi. Departemen Perdagangan menerbitkan Surat Menteri Perdagangan RI Nomor 357/M-DAG/4/2008 tanggal 2 April 2008 tentang penyaluran dan pendistribusian gula rafinasi di daerah. Surat itu menegaskan distributor gula rafinasi dilarang menjual produknya kepada peritel. Membanjirnya gula rafinasi ke industri rumah tangga dan pasar umum, menyebabkan 40.000 ton gula petani tidak dapat dijual ke pasaran.

Tapi sebaliknya, ketika harga gula naik di pasaran, petani tetap saja tidak mecicipi sepeser pun dampaknya. Sejak beberapa bulan terakhir ini, harga gula di pasaran melambung tinggi, bahkan di sejumlah daerah harganya mencapai Rp12 ribu perkilogram (kg). Kenaikan harga gula di Indonesia juga disebabkan minimnya persediaan (stok) gula internasional, bahkan negara-negara produsen gula melakukan kebijakan impor gula. Banyak orang beranggapan naiknya harga gula akan berdampak pada kesejahteraan petani tebu, namun hal tersebut tidak dirasakan oleh petani tebu. Tingginya harga gula di pasaran hanya dinikmati oleh pedagang dan investor saja, sedangkan petani tebu tetap terpuruk. Harga tebu dari petani ditentukan melalui proses lelang, yang dikelola oleh koperasi, asosiasi petani, dan pabrik gula. Tahun ini, harga tebu melalui proses lelang disepakati Rp6.600,00 perkilogram. Meski harga di pasaran sekitar Rp11 ribu sampai Rp12 ribu, petani tetap mendapatkan harga tebu Rp6.600,00 per kg.

Saat harga gula tinggi di pasaran, petani tebu tidak memiliki persediaan, sehingga para petani tetap membeli gula dengan harga tinggi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini sangat menyakitkan bagi petani tebu, kami tidak merasakan manisnya harga tebu yang melambung. Kami juga mengeluhkan tingginya harga gula yang tidak terjangkau oleh masyarakat miskin.

Selain itu, tata niaga gula di Indonesia tidak mampu menjaga stabilitas harga gula di dalam negeri, bahkan aturan dalam tata niaga tersebut terkesan merugikan petani tebu. Kebijakan tata niaga gula harus ditinjau ulang, apakah benar-benar bermanfaat bagi petani tebu dan apakah mampu menjaga pasokan dan stabilitas harga di dalam negeri. Tata niaga gula yang diterapkan sejak september 2002 hanya menguntungkan perusahaan yang mendapat ijin impor gula dalam bentuk Impor Terdaftar (IT) atau yang dikenal dengan "Sembilan Samuari" di antaranya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, PTPN X, dan PTPN XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).


Sumber:

Chandra HN Ichwani (www.antaranews.com)

Ahmad Munjin (www.inilah.com)

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Hubungi kami

Silahkan hubungi kami melalui e-mail: perkebunanku@gmail.com
 

Galeri Foto

foto perkebunan, koleksi foto

Sahabat Blogger

Pesan Pembaca