Kelompok usaha yang memayungi semua badan usaha milik negara perkebunan akan dibentuk secara bertahap. Namun pemerintah belum memastikan kapan pengelompokan PT. Perkebunan Nusantara I – XIV dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia akan terwujud.
Deputi Kementrian BUMN Bidang Usaha Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Bapak Agus Pakhpahan menyatakan bahwa apabila seluruh proses legal telah selesai Kementrian BUMN akan memulai dengan membentuk induk kelompok usaha (holding) yang fokus pada strategi investasi, pasar, dan keuangan. Selanjutnya, induk BUMN perkebunan akan membentuk kelompok bisnis berdasarkan komoditas agar lebih fokus. Induk usaha akan menjadi katalis bagi kelompok bisnis yang untung dan yang rugi dengan mekanisme insentif dan disinsentif untuk mencegah saling ketergantungan yang merugikan.
Menurut beliau, kelompok bisnis harus berjuang meningkatkan produktivitas, kualitas, dan penciptaan nilai tambah produk untuk mendorong perkembangan bisnis hilir. Diharapkan holding tingkat pertama sudah bisa diselesaikan tahun 2010. Akan tetapi, untuk menuju holding komoditas akan dikerjakan perusahaan induk yang akan didirikan.
Asset BUMN perkebunan saat ini sekitar Rp. 30 triliun. Rencana pembentukan holding perkebunan mencuat sejak tahun 2007, tetapi sampai saat ini belum terwujud karena terganjal aturan perpajakan yang mensyaratkan semua perusahaan menetapkan nilai pasar wajar terhadap setiap asset yang dialihkan. Selama 10 tahun, asset BUMN perkebunan belum pernah dievaluasi. Padahal sebagian besar asset berada di kawasan primer seperti kawasan perkotaan dan jalan raya.
Sebagai salah satu contoh, menurut Direktur Produksi PTPN VII Bapak Rafendi Sibagariang, saat ini PTPN VI bekerjasama dengan PTPN VIII, PTPN XII dan PT. RNI tengah membuka areal perkebunan karet dengan mekanisme Hutan Tanaman Industri seluas 10.385 ha di Sarolangun, Jambi dengan nilai Rp. 350 miliar. Saat ini area pihaknya sudah menanam 1.500 ha di areal tersebut yang direncanakan akan rampung di tahun 2014.
* Topik disarikan dari Harian Kompas tanggal 23 Maret 2010
0 komentar:
Post a Comment