Kelangsungan produksi kakao di Indonesia dihadapkan pada masalah hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella Snell.). Pengamatan pada tahun 2005 menunjukkan luas serangan telah mencapai 348.753 ha dari total areal pertanaman kakao 780.000 Ha dan sudah tersebar hampir di seluruh provinsi penghasil kakao di Indonesia dengan kerugian milyaran rupiah.
Kerugian akibat serangan PBK merupakan resultan dari penurunan berat biji, peningkatan persentase biji kualitas rendah, kehilangan hasil dan meningkatnya biaya panen diakibatkan sulitnya memisahkan biji yang terserang dari kulit buahnya. Kehilangan hasil tersebut terjadi akibat buah yang terserang PBK bijinya lengket dan kandungan lemaknya turun. Serangan PBK menyebabkan kematian jaringan plasenta biji sehingga biji tidak dapat berkembang sempurna lalu menjadi lengket. Serangan pada buah muda mengakibatkan kehilangan hasil yang lebih besar sebab buah akan mengalami masak dini sehingga buah tidak dapat dipanen. Cukup beralasan jika masalah PBK ini merupakan ancaman bagi kelangsungan produksi kakao di Indonesia.
Buah kakao yang diserang memiliki gejala masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.
Pengendaliannya dilakukan dengan : (1) karantina; yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK; 2) pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4m sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen; (3) mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari sekali) lalu buah kakao dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa panen dibenam; (4) penyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat juga mencegah serangan hama helopeltis dan tikus.; (5) cara kimiawi: dengan Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Buldok 25 EC dengan volume semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.
*Dari berbagai sumber
0 komentar:
Post a Comment